Pasang Iklan Gratis

Trump, Zelenskyy, dan mengukur sikap otoriter

  Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy telah banyak mendapat cemoohan dan hujatan dari pihak lawannya, tetapi yang tidak disangka-sangka adalah sikap kepala negara Amerika Serikat ternyata secara gamblang menyatakan bahwa Zelenskyy adalah seorang "diktator".



Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 19 Februari lalu telah menyatakan pemimpin Ukraina itu sebagai diktator karena Zelenskyy menolak menggelar pemilihan umum (pemilu).

Senada dengan Trump, miliarder dan donor utama kampanye Trump, Elon Musk, juga mendesak agar Zelenskyy dapat segera menggelar pemilu untuk "membuktikan bahwa dia benar-benar mewakili kehendak rakyat".

Padahal, alasan Zelenskyy untuk membatalkan penyelenggaraan pemilu pada 2024 itu adalah karena adanya status darurat militer akibat invasi yang telah dilakukan Rusia sejak Februari 2022.

Zelenskyy juga mendapatkan pembelaan dari sejumlah pemimpin negara-negara Eropa. Juru Bicara Downing Street menyatakan bahwa Perdana Menteri Inggris Raya Keir Starmer terus mendukung Zelenskyy sebagai seorang pemimpin Ukraina yang terpilih secara demokratis.

Juru bicara pemerintahan Inggris itu juga mengingatkan bahwa sebenarnya sangatlah beralasan bahwa Ukraina menunda pemilu di tengah konflik dengan Rusia. Hal serupa juga pernah dilakukan oleh Inggris pada periode Perang Dunia Kedua lalu, saat Nazi Jerman menyerang hampir seluruh Eropa.

Selain dari Inggris, pembelaan juga datang dari negara lainnya seperti Jerman. Kanselir Jerman Olaf Scholz kepada surat kabar Der Spiegel mengatakan bahwa bila ada yang menyangkal legitimasi demokrasi Presiden Ukraina, maka hal itu adalah tindakan yang salah dan berbahaya.

Scholz mengingatkan bahwa pemilu selayaknya dan sepatutnya tidak dapat digelar di tengah perang. Aturan tersebut selaras dengan persyaratan dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan pemilu Ukraina.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock berkomentar lebih jauh lagi dengan mengemukakan kepada lembaga penyiaran televisi ZDF bahwa bagi orang-orang yang hidup di dunia nyata dapat mengetahui siapa saja "di Eropa yang harus hidup dalam kondisi kediktatoran: orang-orang di Rusia, orang-orang di Belarus".

Polemik tentang diktator

Polemik pernyataan Trump tentang Zelenskyy itu membuat kata "diktator" menjadi terangkat kembali. Diktator dalam istilah ilmu politik adalah menggambarkan seorang pemimpin yang mempunyai kekuasaan mutlak atas suatu negara, dan kerap kekuasaan tersebut diraih melalui kekerasan, manipulasi, atau cara-cara yang secara etika tidak sah.

Seorang diktator diketahui tidak serta merta mengikuti hukum atau konstitusi negara dan memerintah dengan tangan besi. Hal ini biasanya dikaitkan dengan kurangnya kebebasan politik, pemerintahan yang bersifat personalistik (atau sangat bergantung kepada sosok diri dari sang pemimpin), dan seringkali memegang kekuasaan dengan cara-cara ala militeristik.

Diktator itu sendiri dapat dikaitkan dengan otoritarianisme, yaitu sebuah paham politik yang membatasi kebebasan individu serta menempatkan kekuasaan terpusat di satu otoritas atau sekelompok kecil elite oligarki. Dalam sistem otoritarianisme, pemerintah biasanya memiliki kendali yang signifikan atas banyak aspek kehidupan, termasuk media, ekonomi, dan ekspresi politik, sekaligus membatasi oposisi politik atau perbedaan pendapat publik.

Hal yang patut dicemaskan juga adalah kediktatoran atau otoritarianisme sebenarnya bukanlah seperti dongeng di masa lalu, tetapi paham yang berbahaya ini dinilai sedang mengalami peningkatan terutama dalam beberapa tahun terakhir. Dengan kata lain, saat ini terdapat tren otoritarianisme yang semakin meningkat dibandingkan dengan akhir abad ke-20.



Munculnya politik yang dipimpin oleh seorang yang memiliki pencitraan "orang kuat", penindasan terhadap perbedaan pendapat, pembatasan kebebasan media, dan melemahnya independensi peradilan semakin sering terjadi baik di negara-negara Barat maupun non-Barat. Sebaliknya, pada 1990-an dan awal 2000-an terdapat optimisme yang lebih besar terhadap penyebaran demokrasi secara global.

Menurut laporan dari organisasi seperti Freedom House, demokrasi telah mengalami kemunduran secara global selama lebih dari satu dekade, dengan negara-negara otoriter memperluas pengaruh mereka dan menantang norma-norma demokrasi. Laporan Freedom in the World tahun 2021 menunjukkan bahwa demokrasi telah mengalami kemunduran selama 15 tahun berturut-turut, antara lain karena pandemi, meningkatnya populisme, dan melemahnya lembaga-lembaga demokrasi.

Tentu akan mudah bila suatu gejala otoriter tersebut dapat dideteksi sejak awal atau sebelum berkembang pesat. Masalahnya apakah ada perangkat yang bisa menilai apakah seseorang itu termasuk ke dalam mereka yang cenderung menyetujui sejumlah praktek yang kerap dilakukan di dalam lingkungan otoritarianisme?

0 Response to "Trump, Zelenskyy, dan mengukur sikap otoriter"

Posting Komentar